VCS: Si Newbie

Udara malam yang lembap nempel di kulit Ryan saat dia duduk di meja plastik reyeng-reyeng di luar warung kecil di Jakarta. Dering mesin motor dan obrolan orang-orang lokal jadi backsound, tapi perhatiannya cuma tertuju ke botol Bintang setengah kosong di depannya. Di seberang meja, Mark bersandar di kursinya, senyum kecut main di bibirnya sambil muter-muter birnya sendiri.

“Jadi, lu bilang dapet kerjaan baru?” tanya Mark, alisnya naik. Aksen Australia-nya yang sengau nembus keramaian. “Apa lagi nih? Ngajar les abal-abal lagi?”

Ryan geleng-geleng kepala dan meneguk birnya sebelum jawab. “Nggak, bro. Kali ini beda. Namanya VCS. Semacam chat online gitu. Bayarannya jauh lebih gede daripada ngajar.”

Senyum Mark makin lebar, dan dia nyengir pendek. “VCS? Serius? Lu yakin tau apa yang lu masukin?”

Ryan cemberut dan naruh botolnya di meja dengan suara clink. “Maksud lu apa? Ini cuma ngobrol online sama orang, kan? Kayak customer service gitu.”

Mark majuin badannya, siku di meja. Ekspresinya campur aduk antara geli dan kagum. “Bro, VCS itu bukan customer service. Itu… gini deh, pokoknya nggak kayak tontonan anak-anak.”

Ryan berkedip, wajahnya kebingungan. “Lu ngomong apaan sih? Katanya cuma ngobrol sama orang. Duit gampang.”

Mark cekikikan lagi dan geleng-geleng kepala. “Ya udah, kalo gitu. Semoga berhasil deh.” Dia angkat botolnya kayak mau bersulut sebelum meneguk birnya lagi.

Ryan melototin Mark sebentar, mencoba mencerna maksud di balik kata-kata temannya itu. Tapi sebelum sempat nanya lebih lanjut, Mark udah ganti topik, cerita tentang malam gila-gilaan dia di Bali. Ryan dengerin setengah hati sambil mikirin apa sih sebenernya yang Mark maksud.

Malamnya, Ryan duduk sendirian di apartemen kecilnya, cahaya layar laptopnya nyorotin bayangan-bayangan gelap di ruangan. Udah sejam lebih dia siapin semuanya buat shift pertamanya di platform VCS: download software, bikin akun, sama ngetes webcam dan mikroponnya. Semua keliatan simpel aja. Kerjaannya janji bayar per jam, tanpa batas waktu selesai. Sejauh yang dia pahami, mereka bakal bayar selama dia online.

Sambil nunggu jam menunjukkan pukul 8 malam, waktu shift-nya mulai, Ryan nggak bisa berhenti mikirin obrolan dia sama Mark tadi siang. Apa sih maksudnya “nggak kayak tontonan anak-anak”? Apa ini semacam scam? Situs porno? Ryan geleng-geleng kepala, berusaha ngeusir pikiran itu. Dia butuh duit, dan kalo ternyata ini sesuatu yang nggak bener, dia selalu bisa berhenti.

Pas jam akhirnya nyampe delapan, Ryan pencet tombol buat mulai shift-nya. Layarnya kedip-kedip sebentar sebelum nampilin tampilan sederhana: ada kolom chat di satu sisi sama video feed gede di tengah. Muka Ryan sendiri yang nongol di feed itu: kulit Inggrisnya yang pucet agak memerah karena grogi.

DING!

Kata-kata muncul di log obrolan.

Log Obrolan:

JakartaDreamer telah memasuki obrolan Anda.

Ryan menarik napas dalam sebelum berbicara ke kamera, lalu memaksakan senyum: “Hai, ada yang bisa aku bantu hari ini?”

Log Obrolan:

JakartaDreamer: Kamu baru, ya?

“Ya,” jawab Ryan gugup sambil garuk-garuk belakang lehernya. Dia nggak yakin harus ngomong apa. Baru sekarang, pas udah live, dia sadar kalau dia sama sekali nggak tahu topik yang harus dibahas.

Ryan baru mau mulai basa-basi, tapi tiba-tiba ada sensasi kesemutan di ujung jarinya, terus cepat menyebar ke seluruh tubuh. Nggak butuh waktu lama sampai setiap sarafnya terasa seperti terbakar, bikin otot-ototnya menegang.

DING! DING! DING! DING!

Orang-orang mulai masuk ke chat. Tapi Ryan hampir nggak sadar karena tubuhnya udah kebanjiran sensasi aneh ini.

“Apa… apa yang terjadi?” desah Ryan, tangannya mencengkeram dadanya, ngerasa jantungnya berdegup kencang di balik tulang rusuknya, seakan siap meledak kapan aja…

Log Obrolan:

[JakartaDreamer]: Santai aja, sayang. Biarin aja terjadi. Kamu hebat kok. 😉

[BaliLover69]: LOL kayaknya cewek baru ini panik. Tenang aja, sayang, kamu bakal suka kok.

[CuriousCat]: Ini pertama kalinya dia? Kayaknya dia bingung banget.

[SassyQueen]: OMG dia kikuk banget. Nggak sabar liat gimana kelanjutannya. 💅

[BigBoss88]: Udah, nggak usah merengek, biarin prosesnya jalan. Kamu sendiri yang daftar ini.

Ryan menatap layar, kebingungannya makin menjadi. Chatnya bergerak terlalu cepat, pesannya tumpang tindih sementara suara ding hampir nggak ada jedanya.

“Apa maksud kalian? Ada apa sama aku?”

Log Obrolan:

[JakartaDreamer]: Kamu bakal liat. Percaya deh, kamu bakal suka kok.

[BaliLover69]: Iya, duduk manis aja dan nikmatin perjalanannya, sayang. 😘

Ryan terengah-engah dan berusaha berdiri dari kursi kerjanya, mati-matian ingin kabur dari sensasi nggak nyaman yang nggak tertahankan. Tapi kakinya langsung lemas, dan dia jatuh terkapar di atas meja. Panik mulai menyergap saat dia sadar nggak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. Otot-ototnya mulai berkedut dan kejang nggak terkendali, gerakan-gerakan involunter itu makin lama makin ganas.

“Sial, sial, apa-apaan ini…” Ryan terengah-engah, suaranya terdengar tegang dan asing di telinganya sendiri. Dia mengangkat tangannya yang gemetaran dan melihat dengan ngeri saat kulit putih pucatnya mulai berubah di depan matanya sendiri.

Warna hangat seperti karamel menyebar di kulitnya, mulai dari ujung jari dan merambat ke tubuhnya seperti penyakit. Bintik-bintik dan noda di kulitnya menghilang, digantikan oleh kulit yang mulus dan sempurna. Kulitnya juga terasa berbeda: lebih lembut, lebih sensitif.

Napas Ryan tersengal-sengal saat dia merasakan tulang-tulangnya bergeser dan berubah di bawah kulitnya, suara tulangnya berderak terdengar jelas. Bahunya yang lebar dan maskulin menyempit, berubah menjadi lebih ramping dan lembut. Di saat yang sama, pinggangnya mengerut ke dalam, mengecil dengan cepat.

Pinggulnya tiba-tiba melebar, membesar drastis sampai celana pendeknya terasa ketat. Lengkungan baru di tulang panggulnya memaksanya untuk duduk atau berdiri dengan postur yang nggak biasa, jelas-jelas lebih feminin. Pusat gravitasinya berubah total.

Merintih kebingungan dan kepanikan, Ryan memegangi dadanya saat rasa sakit mulai terasa di balik otot pektoralnya. Awalnya dia pikir itu jantungnya yang berdebar kencang, tapi tekanan itu makin lama makin besar. Dadanya mulai membengkak, dipenuhi jaringan baru yang jelas-jelas nggak ada sebelumnya.

Ryan diam terpaku saat dagingnya melunak dan membulat, berubah menjadi payudara yang mengguncang dan mendorong kaosnya yang makin ketat. Payudaranya itu bergoyang setiap kali dia menarik napas, kulit sensitifnya sudah mulai berkeringat. Dia merasakan putingnya, yang sekarang membesar, mengeras sendiri dan bergesekan dengan kasar di kain kaosnya.

Dia nggak bisa menahan diri untuk menyentuhnya, cuma buat memastikan ini beneran terjadi. Tapi begitu jari-jarinya yang gemetaran menyentuh putingnya, sensasi intens langsung menyambar ke selangkangannya. Ryan langsung menarik tangannya sambil terkejut, wajahnya memerah karena malu dan gairah yang nggak diinginkan.

Ini nggak mungkin nyata. Pasti ini mimpi buruk atau halusinasi. Tapi seberapa sering pun dia mengedip atau geleng-geleng kepala, tubuhnya nggak kembali normal. Malah, air mata panik dan kebingungan mulai memenuhi matanya, mengaburkan pandangannya. Dia berusaha berteriak minta tolong, tapi yang keluar cuma rintihan tercekik.

Saat Ryan berusaha mencerna mimpi buruk ini, dia sadar kalau panggilan videonya masih nyambung. Dia pengen kabur, sembunyi sebelum ada yang lihat perubahan mengerikan ini. Ryan berusaha mendorong diri dari meja, gerakannya kikuk dan nggak terkoordinasi karena panik. Tapi tubuh barunya nggak mau bekerja sama, proporsinya berantakan dan distribusi beratnya berubah total.

Dia berhasil mengangkat diri sebentar sebelum perubahan lain menerpanya, disertai suara tulang dan tulang rawan yang mengerikan. Tangannya lemas, dan dia jatuh lagi ke kursi, terlalu overwhelmed sama rasa sakit dan ketakutan buat bahkan berteriak.

Duduk kembali di kursinya, keringat mengucur di wajahnya, sensasi itu fokus ke selangkangannya. Tekanan tajam dan panas menyambar di crotch-nya, seperti ribuan jarum kecil menusuk bagian paling sensitif. Ryan terengah, tangannya yang gemetar langsung meraih ke bawah. Tapi alih-alih merasakan berat kontol-nya, dia malah merasakannya mengecil… Menghilang…

“Nggak, nggak, nggak!” dia berusaha berteriak, tapi suaranya pecah jadi rintihan bernada tinggi. Suara itu terdengar aneh, seperti suara cewek, dan itu bikin bulu kuduknya merinding. Kontol-nya menghilang makin cepat, dagingnya meleleh jadi nggak ada, meninggalkan rasa hampa yang bikin perutnya mual.

Lalu, tekanan itu berubah jadi panas membara yang menyebar dari intinya. Napas Ryan tersendat saat dia merasakan sesuatu yang baru terbentuk di antara kakinya: sebuah memek ketat dan basah terbuka, berdenyut mengikuti detak jantungnya. Bola-bolanya hilang, diganti oleh gundukan lembut dan tanpa rambut yang terasa asing di bawah jari-jarinya yang gemetar.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: ASTAGA liat tuh! Taruhan dia udah basah! 😍

[SassyQueen]: Uh, pasti dia jago alami. Beberapa cewek emang beruntung banget. 🙄

[CuriousCat]: Itu normal nggak? Harusnya dia, emm, udah basah gitu?

[JakartaDreamer]: Sempurna. Bener-bener sempurna. Kamu hebat, sayang.

[BigBoss88]: Fokus, sayang. Kamu di sini buat tampil, bukan buat ngeliatin diri sendiri.

Wajah Ryan memerah karena malu saat dia menangkap pesan-pesan dari obrolan itu. Gimana mereka bisa tau apa yang terjadi sama dia? Apa mereka pernah liat ini sebelumnya? “Udah ah! Ini apaan sih?!” Ryan teriak, berusaha ngeabaikan betapa anehnya suaranya kedengeran.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: Oh, dia bersemangat. Aku suka itu. 😏

[SassyQueen]: Bersemangat atau nggak tau apa-apa? Bagaimanapun, dia imut.

[JakartaDreamer]: Jangan dilawan. Kamu sempurna sekarang. Terima aja.

Ryan memaksa dirinya untuk melihat ke bawah, jantungnya berdegup kencang di dadanya. Celana pendeknya terlihat aneh, seperti kosong; bahannya basah karena cairan yang aneh. Cunt barunya berkerut tanpa disengaja, rasa panas yang basah mengalir dari lipatan halus di sana.

“Ini nggak mungkin nyata… ini nggak mungkin terjadi…” Ryan berpikir, pikirannya melaju kencang mencoba memahami hal yang mustahil ini. Tapi tubuhnya mengkhianatinya, merespons perubahan ini dengan rasa lapar yang nggak bisa dia abaikan. Pussynya berdenyut, sensasinya tajam dan mendesak, seperti kebutuhan yang nggak bisa diabaikan dan minta untuk diisi.

Kebasahan di antara kakinya semakin bertambah, meresap lebih dalam ke kain celana pendeknya, dan Ryan mengeluarkan erangan yang tercekik. Pinggulnya bergerak tanpa disengaja, cunt barunya berkerut tanpa ada yang mengisi, mati-matian butuh sesuatu, apa saja, untuk mengisi kekosongan yang memekakkan itu.

“Nggak, nggak, nggak! Udah ah! Ini nggak nyata!” Ryan mencoba berteriak, tapi yang keluar hanya desahan lemah. Suaranya sendiri, yang begitu tinggi dan feminin, cuma bikin dia makin stres. Gimana ini bisa terjadi sama dia? Mimpi buruk macam apa ini?

Air mata mengalir di wajah Ryan sementara dia berusaha mengatasi serbuan sensasi asing ini. Tapi saat dia mengangkat tangan untuk menghapusnya, dia langsung kaku. Jarinya menyentuh kulit yang terlalu lembut dan halus untuk jadi miliknya. Perlahan, dengan perasaan ngeri, Ryan meraba-raba fitur wajahnya.

Rahangnya yang tegas dan berbentuk sudut sudah hilang, digantikan oleh lekukan halus yang mengerucut ke dagu kecil yang runcing. Bibir tipisnya sekarang jadi montok, seperti lebah baru saja menyengatnya. Saat dia menjilatnya, dia merasakan kelembutan yang padat itu.

Hidungnya, yang dulu lebar dan sedikit bengkok karena cedera waktu main bola di masa remaja, sekarang lurus sekaligus mengecil dan melebar. Tapi perubahan paling dramatis ada di matanya. Dia bisa merasakan matanya membesar di soketnya, bentuknya jelas-jelas berubah. Saat dia berkedip, dia bisa merasakan bulu mata panjang dan tebal menyentuh pipinya.

Ngebet banget pengen liat apa yang terjadi, Ryan menatap layar komputernya untuk melihat siaran dari kamera videonya. Yang menatap balik ke dia bukan wajahnya sendiri. Malah, itu kayak wajah seorang wanita Indonesia lokal… Dan cantik lagi.

Kepanikan yang luar biasa kini memenuhi tenggorokan Ryan, tapi saat dia membuka mulut, yang keluar cuma cekikikan. Suaranya kayak suara paku yang digesekin di papan tulis buatnya sendiri: tawa cengeng dan nggak ada otak. Dari mana itu datang? Sementara itu, obrolannya terus berlanjut.

Log Obrolan:

[SassyQueen]: OMG suaranya imut banget! Aku rada iri. 😫

[BaliLover69]: Iya, tapi aku yakin dia kedengeran lebih baik pas dia mengerang. 😈

[CuriousCat]: Ini… normal nggak sih? Apa emang dia harusnya kedengeran kayak gitu sekarang?

[JakartaDreamer]: Suara kamu manis banget. Coba lagi, sayang. Biar aku denger.

[BigBoss88]: Udah, nggak usah banyak ngomong. Biarin dia selesaiin transformasinya.

Ryan mencoba protes, tapi yang keluar cuma cekikikan bernada tinggi lagi. Mukanya panas karena malu sementara obrolan dipenuhi pesan.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: LOL dia malu-malu! Imut banget. 😍

[SassyQueen]: Ugh, berhenti deh ngidolain. Dia cuma kerja aja.

[JakartaDreamer]: Sempurna. Kamu bener-bener yang aku harapkan.

Kayaknya perubahan di wajahnya aja nggak cukup, Ryan tiba-tiba ngerasa beban baru bergoyang di punggungnya. Dia meraih ke belakang dengan tangan yang gemetar dan terkesima saat jarinya nyangkut di rambut tebal. Rambut hitam yang halus sekarang menjuntai melewati bahunya, teksturnya berkilau dan lembut. Rambut baru ini menyentuh lengannya yang telanjang saat dia bergerak, bikin bulu kuduknya merinding. Kulitnya terasa seperti dialiri listrik, setiap ujung sarafnya mentah dan terbuka.

Ryan berjuang melawan rasa pusing dan mual sambil berusaha berdiri, kakinya gemetar di bawahnya. Otot-ototnya terasa lemah dan goyah, kayak bukan miliknya sama sekali. Dia merasakan sesuatu jatuh dan, saat melihat ke bawah, dia liat kalo kakinya sekarang ramping dan tanpa bulu. Dia heran kenapa celana pendeknya yang basah nggak jatuh, tapi kemudian dia sadar bokongnya udah jadi lebih gede sampe bisa nahan celana pendeknya.

Dia jatuh kembali ke kursinya, sekarang ngerasa bantal empuk yang disediain bokong barunya buat dudukannya. Dia lagi-lagi melihat siaran video, sementara berusaha ngeabaikan obrolannya. Dia kembali melihat wajah seorang wanita Indonesia cantik, fitur-fiturnya seimbang dan simetris. Ryan mengangkat tangan gemetar buat nyentuh wajahnya sendiri, setengah berharap ilusinya bakal hancur. Tapi jarinya menyentuh kulit hangat yang lembut, dan siarannya cocok sama gerakannya dengan sempurna.

“Apa… Apa ini beneran… aku?” Ryan berkata dengan nada feminin yang terengah-engah. Suaranya sendiri bikin dia merinding, bergema di tubuhnya dengan cara yang nggak biasa. Dia bisa merasakan denyutan di antara kakinya, pussy barunya tiba-tiba berkerut.

“Kamu cantik, sayang,” suara berdesir di pikirannya, kata-katanya asing tapi entah kenapa familiar. Kamu cantik, sayang. Ryan tau kalo itu bahasa Indonesia tapi dia nggak pernah belajar bahasa itu. Tapi dia nggak ada masalah buat ngerti suara di kepalanya.

Wajahnya di siaran tersenyum sinis balik ke dia, ekspresinya licik dan penuh pengetahuan. Tangan Ryan merosot ke dadanya, jarinya menyentuh payudara barunya. Sentuhan itu ngirim gelombang kenikmatan langsung ke intinya, dan dia mengeluarkan erangan lemah yang nggak disengaja.

“Jangan takut,” suara itu berbisik, nadanya menenangkan tapi menggoda. Jangan takut. “Ini yang kamu inginkan, kan?”

Ryan geleng-geleng kepala. Tapi tubuhnya mengkhianatinya, merespons suara itu dengan rasa lapar yang nggak bisa dia kontrol. Pussynya makin sakit, kebasahan di antara pahanya bertambah setiap detik.

“Nggak… Aku nggak mau…” dia bergumam, tapi kata-katanya keluar dalam bisikan feminin yang cuma bikin cuntnya makin berdenyut. Suara di pikirannya tertawa, suara rendah dan sensual yang ngirim gelombang panas lain ke tubuhnya.

“Ya, ini kamu, sayang,” suara itu balas, kata-katanya melingkari pikirannya kayak asap. Ya, ini kamu, sayang. “Rina. Cantik. Seksi. Sempurna.”

Rina. Nama itu bergema di kepalanya. Entah kenapa terasa penting. Ryan geleng-geleng kepala, berusaha ngebersihin pikiran yang mengganggu. Tapi pikiran itu malah makin kuat, bergema di dalam tengkoraknya sampe menenggelamkan segalanya.

Santai aja, ini yang kamu inginkan, suara itu berdesir dalam bahasa Indonesia. Tapi Ryan ngeri menemukan kalo kali ini suaranya keluar dari mulutnya sendiri. Kamu cantik banget kayak gini. Sempurna banget buat pekerjaan ini.

“Nggak!” Ryan mencoba berteriak, tapi bibirnya nggak bergerak. Sekarang suaranya ada di dalam pikirannya sendiri. Gambar-gambar berkilas di belakang matanya: sekilas persona Rina, gerak-geriknya yang menggoda, rayuannya yang manja. Dia liat Rina berpose provokatif pakai lingerie renda, payudaranya yang montok hampir nggak bisa ditahan sama kain tipis itu. Dia ngerasa sensasi mata-mata yang melirik tubuhnya, penonton terpukau sama setiap gerakannya.

Pinggul Ryan bergerak tanpa disengaja, pussynya yang basah berkerut di sekitar kehampaan saat gairah Rina membanjiri dirinya. Kayak lava panas di pembuluh darahnya. Dia cuma bisa nonton dengan rasa ngeri yang makin bertambah saat pantulannya di siaran video mulai bergerak sendiri. Rina tersenyum sinis ke dia dari layar komputer, matanya penuh nafsu. Dia ngangkat pinggulnya ke samping dan perlahan meraba lekuk tubuhnya, menonjolin payudaranya dan lembah dalam di belahan dadanya.

Ryan mencoba nengok ke arah lain, tapi dia beku di tempat, jadi tawanan di tubuhnya sendiri. Dia bisa ngerasa setiap sentuhan kayak itu tangannya sendiri yang meraba-raba tubuhnya. Saat jari Rina menyentuh putingnya yang kaku dan sakit, dia merintih dalam hati, sensasinya langsung nyetrum ke intinya.

Kamu nggak bisa lawan ini, Rina berbisik lewat bibirnya, suaranya mendesis menggoda. Aku bagian dari kamu sekarang. Persona VCS kecilmu yang sempurna.

Dengan dorongan terakhir kekuatan kehendaknya, Ryan berusaha keras buat menggerakin tubuhnya. Tapi nggak bergerak satu inci pun. Semua diambil alih sama energi seksual mentah Rina. Bibirnya… Bibir Rina yang montok melengkung jadi senyum jahat dan penuh kemenangan sambil dia mengamati lekuk tubuhnya yang subur di siaran kamera. Rina meraba-raba kulitnya yang lembut dengan posesif, dia bisa ngerasa kehadiran Ryan makin menjauh ke dasar pikirannya. Dia masih sadar, masih nonton… tapi sekarang dia cuma kayak penumpang saja.

Rina cekikikan, suaranya merdu dan santai. “Jangan khawatir, sayang,” Rina ngomong keras-keras, suaranya penuh janji manis. Jangan khawatir, sayang. “Aku bakal jaga kita baik-baik. Kamu bakal belajar nyintain ini, selama ini berlangsung. Lagian, ini pekerjaan yang kamu pilih.” Dia kemudian melihat ke obrolan. Saatnya mulai bekerja.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: DUH dia panas banget. Liat tuh lekukannya! 😍🔥

[SassyQueen]: Oke, aku tarik perkataanku. Dia menakjubkan. Aku benci dia. 😤

[CuriousCat]: Dia udah pake bahasa Indonesia… kita ngikutin nggak?

[JakartaDreamer]: Nah gitu, sayang. Tunjukkin lebih banyak. Biar kita liat apa yang kita bayar.

[BigBoss88]: Udah, nggak usah banyak gaya. Kerja aja, cewek.

Rina tersenyum sinis dan meraba-raba tubuhnya, sentuhannya berlama-lama di lekuk-lekuk tubuhnya. “Kamu suka, ya?” dia menggoda, suaranya menggairahkan.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: IYA NIH kita suka! 😘

[SassyQueen]: Ugh, berhenti pamer. Beberapa dari kita harus usaha buat dapetin perhatian.

[JakartaDreamer]: Sangat suka. Kamu bahkan lebih baik dari yang aku bayangkan. Beneran.

Dengan itu, dia siap buat mulai sesi pertamanya sebagai VCS girl. Dia bisa ngerasa kehadiran Ryan berkedip-kedip di belakang pikirannya, dan itu cuma bikin senyumnya makin lebar, pinggulnya bergoyang hipnotis sementara dia bergerak. Bikin dia ngerasain ini bikin semuanya makin panas.

“Kamu liat, Ryan?” dia bergumam, nadanya menggoda. Kamu liat, Ryan? “Ini nggak begitu buruk, kan? Kamu cantik. Kamu seksi. Kamu… sempurna.”

Kehadiran Ryan bergerak lemah, sekelebat perlawanan yang cepet tenggelam sama banjir kepercayaan diri dan keinginan Rina. Dia bisa ngerasa kebingungannya, ketakutannya, tapi juga sedikit rasa penasaran. Rasa penasaran yg dia tau bakal berkembang jadi kecanduan.

“Ayo, sayang,” dia berbisik, suaranya rendah dan menggairahkan. Ayo, sayang. “Mari kita mulai.”

Cahaya layar menyinari kulitnya yang mulus, menyoroti setiap lekuk tubuh barunya. Dia meraba-raba pahanya, sentuhannya berlama-lama di kulit cokelat yang halus. Sensasinya ngirim getaran ke tubuhnya… dan ke tubuh Ryan. Ryan bisa ngerasa setiap sentuhan jarinya, setiap percikan kenikmatan yang melintasi kulitnya. Itu bikin gila, cara tubuhnya merespon dengan semangat, begitu beda sama yang pernah dia rasain.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: DUH, liat dia! Dia beneran jago alami. 😍🔥

[SassyQueen]: Ugh, tentu aja dia jago. Beberapa cewek emang beruntung. 🙄

[CuriousCat]: Ini pertama kalinya dia? Dia nggak punya baju atau mainan, kan?

[JakartaDreamer]: Pertama kali atau nggak, dia sempurna. Liat aja dia.

Rina tersenyum sinis ke obrolan, bibir montoknya melengkung jadi senyum licik. “Pertama kali, ya,” dia mendesis, suaranya penuh manis madu. Pertama kali, ya. “Tapi aku nggak butuh bantuan.”

Tangannya merayap ke ujung kaus ketatnya, jari-jarinya menggoda kain sembari melirik obrolan. “Kamu mau liat?” dia nanya, nadanya main-main. Kamu mau liat?

Ryan mencoba berteriak, protes, tapi dia cuma bisa nonton, nggak bisa apa-apa, saat jari-jarinya mencengkeram ujung kaus dan menariknya ke atas kepala. Kainnya nyangkut di payudaranya sebentar, gesekannya ngirim kenikmatan ke dia dan Ryan. Putingnya udah kaku, puncak sensitif itu nuntut perhatian. Dia menangkupnya dengan tangan, jari-jarinya menyentuh puncak kaku itu, dan mengeluarkan erangan lemah yang terengah-engah.

Sensasinya beda sama apapun yang pernah Ryan rasain. Sebagai cowo, kenikmatan itu simpel, terlokalisasi. Tapi ini… ini ada di mana-mana. Bermula dari putingnya, menyebar ke dadanya, turun ke perutnya, berkumpul di antara kakinya. Tubuhnya kayak kabel listrik, setiap sentuhan ngirim percikan ke sistem sarafnya. Ryan bisa ngerasain semuanya, kehangatan kulitnya, kejutan kenikmatan saat jari-jarinya menggoda putingnya, rasa sakit di antara kakinya yang makin besar setiap kali disentuh.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: ANJIR, dia sempurna. Liat tuh payudaranya! 😍

[SassyQueen]: Ugh, aku benci betapa cantiknya dia. 🙄

[JakartaDreamer]: Sempurna. Kamu hebat, sayang.

Tangan Rina merosot lebih rendah, jari-jarinya menelusuri lekuk pinggangnya sebelum menyelinap ke dalam pinggang celana pendeknya. Dia menggigit bibir, matanya terpejam sambil dia menjelajahi panas basah yang licin di antara kakinya.

“Aku basah banget,” dia bergumam, suaranya gemetar karena gairah.

Ryan juga ngerasain: kebasahan, panas, kebutuhan yang nggak tertahankan yang berdenyut seiring detak jantungnya. Itu bikin kewalahan, cara tubuhnya merespons, cara dia merespons. Dia belum pernah ngerasain yang kayak gini. Sebagai cowo, gairah itu kayak api yang pelan-pelan nyala, sesuatu yang bisa diabaikan atau ditunda. Tapi ini… ini melibas segalanya. Rasanya kayak seluruh tubuhnya dirancang buat kenikmatan, setiap ujung sarafnya diatur ke frekuensi yang dia nggak pernah tau ada.

Dia menendang celana pendek dan celana dalam Ryan yang basah, memperlihatkan pussynya yang berkilau. Jari-jarinya menyelip ke dalam, dan Ryan terkesiap. Atau lebih tepatnya, Rina yang terkesiap. Suaranya tinggi dan terengah-engah, nggak kayak apapun yang pernah dia keluarin sebelumnya. Dindingnya mencengkeram jari-jarinya, sensasinya begitu intens sampe bikin dia, bikin Ryan, gemetar. Ini nggak cuma fisik; ini emosional, kebutuhan primal yang kayak datang dari inti keberadaannya.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: ASTAGA, dia udah ngeces! 😍🔥

[CuriousCat]: Itu… normal nggak sih? Apa emang dia harusnya udah sebasah itu?

[SassyQueen]: Ugh, tentu aja dia basah. Beberapa cewek emang beruntung banget. 🙄

Jari-jari Rina bergerak lebih cepat, tubuhnya melengkung saat dia mengeluarkan erangan rendah dan serak. Ryan merasakan setiap sensasi: ketatnya dindingnya, kebasahan gairahnya, kenikmatan yang luar biasa yang nyaris melibas dirinya. Dia mencoba melawan, mencoba menarik diri, tapi dia terjebak, cuma penumpang di tubuhnya sendiri.

Kenikmatan itu membangun, gelombang demi gelombang menyapu dia… menyapu Ryan. Ini jauh lebih intens dari apapun yang pernah dia alamin sebagai cowo. Sebagai cowo, orgasme itu release, momen lega. Ini crescendo yang mengejutkan, simfoni sensasi yang kayak terus-terusan. Tubuhnya gemetar, napasnya terengah-engah saat kenikmatannya memuncak, dan kemudian…

Dia orgasme, tubuhnya kejang-kejang sementara gelombang ekstasi menyapu dirinya. Ryan merasakan semuanya, cara otot-ototnya berkerut, cara napasnya tersangkut di tenggorokan, cara keberadaannya kayak larut ke kenikmatan murni yang nggak terbatas. Ini bikin kewalahan, melibas segalanya, dan sebentar, dia lupa siapa dirinya, lupa kalo ini bukan tubuhnya, lupa semuanya kecuali kenikmatan itu.

Log Obrolan:

[JakartaDreamer]: Nah gitu, sayang. Tunjukkin betapa kamu suka ini.

[BaliLover69]: ANJIR, dia luar biasa. Nggak sabar liat lebih banyak. 😘

[SassyQueen]: Ugh, oke lah. Dia bagus. Tapi aku tetap ratu platform ini. 💅

Rina bersandar di kursi, dadanya naik turun dengan setiap napas yang terengah-engah. Jari-jarinya masih di dalamnya, bergerak pelan, malas, kayak menikmati efek samping orgasmenya. Ryan juga bisa ngerasain, kenikmatan yang masih bertahan, cara tubuhnya masih memancarkan kepuasan.

“Sudah cukup untuk malam ini,” dia bergumam, suaranya lembut dan puas.

Log Obrolan:

[BaliLover69]: JANGGANN! Jangan berhenti! 😭

[SassyQueen]: Ugh, akhirnya. Beberapa dari kita ada kerja besok pagi. 💅

[JakartaDreamer]: Sampai jumpa lagi, sayang. Sampai nanti, sayang. Kamu sempurna.

Rina tersenyum ke layar; matanya berat dengan kepuasan. Dia meraih untuk mengakhiri panggilan, jari-jarinya melayang di atas mouse.

“Selamat malam,” dia berbisik, suaranya mendesis menggoda.

Dia menekan tombol power di laptop dan layar menjadi gelap. Rina bersandar di kursi, tubuhnya masih bergetar dengan kenikmatan. Ryan, terjebak di kedalaman pikirannya, cuma bisa nonton sementara dia merenggangkan badan dan menghela napas, senyum puas bermain di bibirnya. Kelopak matanya berat, intensitas klimaksnya akhirnya menyusulnya. Dia menguap, suara lembut yang terasa begitu asing buat Ryan, dan membiarkan kepalanya bersandar di sandaran kursi.

“Aku lelah,” dia bergumam, suaranya hampir nggak kedengeran. Tangannya meraba-raba tubuhnya dengan malas, menyentuh kulitnya yang masih sensitif, dan Ryan merasakan setiap sentuhan kayak itu sentuhannya sendiri. Kenikmatan itu mereda sekarang, diganti sama kepuasan mendalam yang meresap ke setiap inci tubuhnya… tubuh Ryan.

Saat napas Rina melambat, tubuhnya rileks, dan pikirannya mulai ngawur. Ryan ngerasa dirinya ikut terbawa, pikirannya jadi kabur dan nggak jelas. Hal terakhir yang dia liat sebelum kegelapan mengklaimnya adalah wajahnya, tenang dan cantik, terpantul di layar laptop yang mati.

****

Ryan bangun dengan kaget, jantungnya berdegup kencang di dadanya. Sebentar, dia nggak tau dia di mana. Ruangannya gelap, satu-satunya cahaya datang dari celah gordennya. Dia berkedip, mencoba mengingat apa yang dia lakukan semalam. Tubuhnya terasa aneh, berat dan nggak familiar, kayak dia udah tidur berhari-hari.

Lalu dia ingat.

Dia menggerakkan kepalanya ke bawah dan membeku. Dia telanjang, kulitnya pucat dan kusam. Nggak ada jejak kulit cokelat halus, lekuk-lekuk lembut, atau rambut hitam yang licin. Dia Ryan, cuma Ryan. Rasa lega membanjiri dirinya, begitu kuat sampe bikin dadanya sakit. Itu cuma mimpi. Mimpi buruk yang jelas dan nggak mungkin nyata.

Tapi saat dia duduk di sana, ingatan-ingatan mulai kembali. Rasa kesemutan di ujung jarinya, panas yang membakar dirinya, cara tubuhnya berubah. Dan kemudian ada Rina—suaranya, tawanya, kenikmatannya. Dia menggigil, kontolnya berkedut ingat orgasmenya, orgasmenya Rina. Sensasinya luar biasa, beda sama apapun yang pernah dia alamin sebagai cowok. Itu… nggak bisa diterima.

“Nggak,” dia bergumam, geleng-geleng kepala kayak mau ngelepas pikiran itu. “Itu nggak nyata. Itu nggak mungkin nyata.”

Tapi ingatannya terlalu jelas, terlalu detail buat cuma jadi mimpi. Dia melirik laptopnya dan menekan tombol power. Laptopnya cuma dalam mode tidur dan langsung nyala kembali. Antarmuka VCS masih terbuka, log obrolan masih kelihatan. Perutnya mual saat dia baca pesan-pesannya, komentar vulgar, pelecehan, cara mereka semua nonton dia… Rina, jatuh.

Dia membanting laptopnya tutup, tangannya gemetar. “Aku udah selesai,” dia ngomong keras-keras, suaranya tegas walau rasa takut menggerogoti pikirannya. “Aku berhenti. Aku nggak bakal ngelakuin itu lagi. Aku harus nuntut!”

Dia berdiri, kakinya goyah, dan mengambil celana dalam dari lantai. Saat dia pakai, dia liat sesuatu di kaca. Dia berbalik dan liat dirinya… cuma dirinya. Cowok kulit putih pucat yang sama yang selalu dia jadiin.

Tapi saat dia pergi, dia ngerasa sesuatu bergerak dalam dirinya. Sekelebat keinginan, samar tapi memaksa. Dia berusaha ngeabaikan, buat mendorongnya, tapi itu ada, nempel di belakang pikirannya. Kenangan kenikmatan Rina, cara tubuhnya merespons, cara rasanya dilibas sama kenikmatan. Kontolnya berkedut sedikit di celana dalam barunya.

“Nggak,” dia ngomong lagi, lebih keras kali ini. “Udah selesai. Aku berhenti.”

Dia ambil hp dan cek waktu. Dia harus kerja dalam beberapa jam, pekerjaan normal, hidup normal. Dia bakal kerja, dia bakal lupa tentang VCS, dan dia nggak bakal nengok lagi.

Tapi saat dia tinggalkan apartemen, udara lembab Indonesia menyentuh kulitnya, kenangan senyum Rina, suaranya, kenikmatannya, melintas di pikirannya.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *